![]() |
dok. pribadi Yang pake shirt kuning dan ceria itu namanya Koko Giovani *sekilas info* |
Oke, sesuai janji sekarang saya mau bahas sesi kedua di Local Heroes Blogging Seminar. Narsumnya adalah Mas Yuniman Farid, jurnalis Deutsche Welle (DW), redaksi Indonesia.
Tapi, saya cerita sedikit dulu ya tentang DW ini. Jadi, di awal berdirinya pada tahun 1950 lalu, DW bergerak di bidang broadcasting: TV dan Radio. Seiring perkembangan teknologi media , DW juga membuka portal media online www.dw.com Tujuannya, sebagai penyedia berita bagi orang-orang Jerman yang berada di luar negeri.
Tahun 1963 DW membuka redaksi Indonesia. Tujuannya supaya Jerman lebih bersimpati pada Asia Tenggara. Indonesia dipilih karena pada masa itu, Indonesia dianggap sebagai negara paling berpengaruh di Asia Tenggara.
Mas Yuniman sendiri bergabung dengan DW Indonesia sejak tahun 2004. DW sekarang bisa diakses melalui ios dan android, akibatnya sekarang DW dapat meraih 100.000.000 pengakses di seluruh dunia. Wow!
![]() |
dok. pribadi |
Dalam penuturannya dengan gaya lemah lembut, Mas Yuniman menerangkan peran sosmed di Jerman dan dukungan DW kepada para blogger dan kaitannya dengan kegiatan blogging mereka.
Menurut Mas Yuniman, media sosial di Jerman seperti Facebook, misalnya, penggunanya tidak seramai di Indonesia. Hal ini berkorelasi dengan masalah privasi. Kebanyakan masyarakat di Jerman sadar bahwa dengan menggunakan medsos, otomatis data-data pribadi mereka ikut terekam *Ya iya sih ya, orang Jerman melindungi privasinya sedemikian rupa, di Indonesia malah diumbar dengan riang gembira… ironis :D*
Tetapi… kerennya peran media di Jerman, di sana itu media TIDAK BISA DIBELI, karena ada undang-undangnya. Okesip, berarti di Jerman nggak ada “wartawan bodrek” sebagaimana bertebaran di Indonesia *itu mah dulu… dulu lah… ah mudah-mudahan sekarang udah nggak ada ya…* :D
Mas Yuniman juga mengulas, bahwa blog adalah media yang ideal untuk menjadi pendamping media-media mainstream. Blog bisa menjadi alternatif referensi dari berita-berita yang sedang hangat.
![]() |
dok. pribadi Pemenang jempol cantik.... eh bukan... LiveTweet maksudnya... hehe |
Mengapa blog bisa lebih “akrab” bagi pencari berita? Karena blog nggak ditulis dengan bahasa jurnalisme. Tahu dong kalau jurnalisme juga punya kode etik yang membatasi? Nah, kalau blog kan ditulis pakai bahasa sehari-sehari, jadi lebih “santai”.
Tapi, jika kita bicara soal freedom of expression, di masa sekarang ini Indonesia bisa dibilang lebih bebas dibanding dengan negara-negara maju sekalipun, seperti Cina atau Rusia. Apalagi dibanding dengan negara-negara yang masih bermasalah dengan perebutan kekuasaan seperti Bangladesh atau Mesir.
Di negara-negara tersebut, kebebasan berpendapat adalah satu kemewahan. Blog dipakai sebagai alternatif alat perjuangan. Baru-baru ini terjadi kasus sekitar 11 orang blogger aktivis di Bangladesh harus menerima nasib buruk, dianiaya, dipenjara, bahkan dibunuh berkaitan dengan aktivitas blog mereka. Serem ya...
.
Di tengah-tengah penjelasannya Mas Yuniman memutarkan video. Sayang nggak bisa ngopi ah videonya, nyari di youtube juga nggak ada. Video itu bercerita soal kegiatan writing, khususnya blogging. Dalam video itu digambarkan, blogging sebagai aktivitas untuk memperjuangkan: freedom of expression, transparancy, justice. Mereka bicara soal sosial, lingkungan, politik dengan bahasa mereka. Bahasa sehari-hari.
Yang keren dari video itu narasi yang berbunyi :
YOU CAN SENSOR, YOU CAN HACK, BUT YOU CAN’T STOP US FROM WRITING
Kuat sekali bunyi pesannya. Mengingatkan saya pada aktivis-aktivis lokal di masa lalu. Sejak zaman kemerdekaan, mereka berjuang melalui tulisan walau di balik tembok penjara sekalipun. How heroic they were, kan ya…
Mas Yuniman membahas sedikit soal perlindungan hukum bagi blogger aktivis ini. Memang masalah ini masih menjadi masalah yang belum jelas solusinya. Tetapi, menurut beliau media-media internasional bisa menjadi “backup”. Media internasional bisa turut berperan mengcover masalah-masalah regional. Dengan di-blow-up oleh media internasional seperti DW salah satunya, biasanya sikap pemerintah negara yang bersangkutan akan melunak dan berharap ada penyelesaian.
Peran DW sendiri dalam mendukung kegiatan blogging ini, salah satunya dengan mengadakan kompetisi blog. Tujuannya untuk memotivasi blogger agar lebih giat dalam aktivitas blogging. DW sudah sebelas kali mengadakan kompetisi blog ini. Bahkan Bapak Blogger Indonesia, Enda Nasution, pernah didaulat untuk menjadi salah satu jurinya.
Ah, DW memang asyik. Coba saya dengar soal DW ini dua puluh tahun lalu, saya pasti nekat ngelamar kerja ke DW secara dulu broadcasting adalah salah satu impian saya juga. Uhuk!
Itu dia… cerita dari Jerman. Sesi kedua narsum ini diakhiri dengan tanya jawab. Panitia menyediakan hadiah untuk dua pertanyaan terbaik *dan saya nggak kepiliiiih…menangisi back pack ungu yang menawan*
Sebelum ditutup, panitia penyelenggara mengumumkan blog competition yang disponsori oleh DW. Hadiahnya Maaaak… total USD 1500 cash wow wow wooow…
Untuk keterangan lengkapnya klik image di bawah ini: