Image may be NSFW. Clik here to view. ![]() |
image of www.marketingland.com |
Jika dua tahun yang lalu saya ditanya, apa kaitan blog dengan content marketing, sudah pasti saya geleng kepala. Nggak ngerti. Blog saya tahu, karena sempat juga ngeblog beberapa saat. Content marketing? blank. Tapi takdir menuliskan akhirnya saya harus berhubungan dengan dua hal yang disebutkan itu: blog dan content marketing.
Ketika itu saya dipercaya mengelola klinik bersalin yang digadang-gadang bakal menjadi rumah sakit ibu dan anak di kawasan Jakarta Selatan. Lucunya, apa sebalnya ya, pada saat itu saya berada dibawah garis perintah dua orang "bos".
Masalah timbul ketika dua bos ini gemar sekali memberi instruksi yang berbeda untuk satu persoalan. Salah satunya strategi marketing.
Belum lama saya di situ, Bos A menginstruksikan agar saya berkonsentrasi di marketing. Beliau menyarankan agar saya beriklan dengan cara tradisional: pasang iklan cetak, sebar brosur, lip-ad di radio. Menurutnya metode itu lebih efektif karena langsung bersentuhan dengan calon pasien. Menurut saya: nggak praktis dan mahal.
Belakangan saya membaca satu artikel yang mengatakan beriklan dengan cara tradisional itu sudah lama sekali dinilai tidak efektif. Sejak akhir tahun 90-an survey membuktikan orang sudah jarang melihat/membaca iklan. Iklan justru cenderung diabaikan karena sifatnya menginterupsi.
Bukti:
Saya pribadi memegang remote selama menonton televisi, untuk berpindah saluran sejenak jika iklan sudah muncul. Seorang teman bilang paling malas blog walking ke blog yang ada iklan pop up. Pengunjung mal merasa terganggu jika diinterupsi oleh penyebar brosur.
Nah, kalau orang-orang mulai mengabaikan iklan, kenapa masih "keukeuh" mengeluarkan biaya mahal untuk beriklan?
Kemudian datang instruksi dari Bos B, saya diminta ikut training bertema marketing. Menurut beliau sudah saatnya perusahaan (klinik) melakukan promosi dengan strategi baru agar lebih efektif dan tepat sasaran. Apa yang menjadi topik pembahasan? Yap, content marketing.
Content marketing is a marketing technique of creating and distributing valuable, relevant and consistent content to attract and acquire a clearly defined audience – with the objective of driving profitable customer action. (www.forbes.com)
Pada saat training, pemateri memberi contoh bisnis-bisnis offline yang mulai melakukan pendekatan pemasaran secara online. “Pandangan” saya diarahkan kepada rumah sakit-rumah sakit besar yang memiliki website. Mengapa?
Image may be NSFW. Clik here to view. ![]() |
sumber: dari website RS Pondok Indah, RS Premier Bintaro, Eka Hospital, RS Siloam, Brawijaya Woman and Children Hospital |
Website/blog adalah "rumah" untuk menjalankan content marketing. Apa yang dapat saya simpulkan dari mengamati website rumah sakit yang dicontohkan?
Pertama-tama saya langsung merasa perlu membuat blog untuk klinik (karena gampang dan tanpa biaya pun bisa). Saya memahami bahwa melalui blog tersebut bisnis yang saya kelola akan mendapatkan dua hal penting, yaitu:
1. Branding Activation
Membesarkan sebuah “brand” bukanlah hal mudah. Jika ingin dikenal secara menyeluruh, tentu saja idealnya klinik mengenalkan juga visi, misi, sampai susunan organisasinya, selain mengenalkan produk-produk layanan kesehatannya. Kinerja seluruh pendukung bisnis juga perlu ditampilkan untuk mendukung image yang ingin diberikan kepada calon konsumen, dalam hal ini calon pasien.
Jika dilakukan dengan cara konvensional, rangkaian branding activation ini tentu membutuhkan waktu yang tak sebentar dan biaya yang besar. Namun, dengan memfungsikan blog untuk mengaktifkan content marketing, untuk urusan branding ini dapat dilakukan pemangkasan baik dari segi waktu maupun biaya.
Ibarat pepatah, sekali tepuk banyak lalat yang jatuh. Dengan memiliki blog, klinik bisa melakukan branding dengan leluasa.
2. Kredibilitas
Walau membangun kredibilitas ini merupakan bagian dari branding, saya akan membahasnya tersendiri.
Tak kenal maka tak sayang. Mana ada orang yang curhat masalah pribadi pada orang yang belum kenal dekat, betul tidak? Apalagi mempercayakan pengobatan atau pemeriksaan kesehatan. Pasien lama cenderung memilih rumah sakit/klinik yang sudah menjadi langganannya. Bagaimana dengan calon pasien/pasien baru?
Klinik adalah bisnis jasa. Sama halnya dengan rumah sakit, parameter kesuksesan sebuah rumah sakit adalah kepuasan pasiennya. Di zaman teknologi ini, memilih rumah sakit seharusnya sudah tidak lagi seperti membeli kucing dalam karung. Calon pasien bebas menentukan rumah sakit yang diinginkannya setelah mendapat referensi dari situs-situs rumah sakit yang bertebaran di internet.
Rumah sakit- rumah sakit besar menggunakan website, bukan semata untuk mempromosikan produk-produk pelayanan yang mereka miliki, tetapi website difungsikan ke tingkatan yang lebih tinggi lagi, yaitu sebagai alat pembangun kredibilitas.
Bagaimana mereka membangun kepercayaan dari masyarakat sebagai target calon pasien? Para calon pasien ini "diprospek" melalui website dengan cara:
Menyajikan konten informatif tentang topik kesehatan yang up to date, mulai dari yang ringan seperti tips-tips mengantisipasi penyakit di musim tertentu, obat-obatan yang aman dikonsumsi, dan lain-lain sampai ke topik yang cukup berat mengenai temuan penyakit-penyakit baru, cara pengobatan mutakhir, alat-alat kesehatan yang canggih, dan sebagainya.
Penting diusahakan agar informasi-informasi itu mengandung kata kunci yang banyak dicari orang. Sehingga ketika orang membutuhkan satu informasi, nama rumah sakit akan muncul di halaman pertama mesin pencarian.
Memberikan edukasi kepada calon pasien. Sekarang, kesehatan termasuk ke dalam gaya hidup. Orang mulai merasa perlu untuk mencari tahu lebih banyak soal kesehatan. Uraian yang singkat namun cukup memberikan informasi, cenderung dipilih daripada membaca buku tebal. Gaya bahasa yang dekat dengan keseharian lebih mudah diterima masyarakat awam, dibanding ulasan dengan gaya text book kuliahan atau jurnal ilmiah.
Image may be NSFW. Clik here to view. ![]() |
contoh infografis kesehatan sumber: www.pinterest.com |
Dibandingkan buku atau barang cetakan lainnya, kemasan website bisa lebih variatif. Penjelasan mengenai satu penyakit yang berat bisa saja disajikan dengan menggunakan infografis yang bagus. Video operasi untuk menangani penyakit tertentu yang disertai narasi, bisa jadi lebih menarik daripada tulisan panjang lebar yang melelahkan mata. Atau testimoni dari pasien yang puas dengan pelayanan dapat disampaikan melalui aplikasi podcast.
Inti dari content marketing adalah membangun hubungan, keterlibatan, dan kepercayaan prospek. (writepreneur.com)
Prinsip-prinsip inilah yang saat itu saya niatkan akan diterapkan dalam blog klinik. Sebab, ketika seseorang mulai merasa nyaman dengan kemudahan mengakses blog, mudah mencerna apa yang dibacanya, banyak mendapatkan informasi yang dibutuhkan, dan lain-lain dengan sendirinya dia akan merasa dekat, kemudian timbul kepercayaan dan pada akhirnya ada keterikatan. Bisa ditebak kan kemana orang itu akan pergi jika suatu saat membutuhkan pelayanan kesehatan.
Jadi, jika ada yang mengatakan bahwa blog berperan penting sebagai penyumbang content marketing, saya setuju. Dengan satu blog sederhana saja seluruh elemen content marketing ini dapat dijalankan dengan mudah, hemat, cepat, dan efisien.