Quantcast
Channel: ina inong's blog
Viewing all articles
Browse latest Browse all 194

CONFESSION OF AILUROPHOBIA DRAMA QUEEN

$
0
0

vineetkaur.tumblr.com

Sudah sejak malam sebelumnya saya mendengar suara “miaw-miaw” kecil dari luar rumah, tapi... kok kayaknya dekat. Jangan... jangan...


Kecurigaan saya terbukti saat belanja di tukang sayur lepas subuh tadi. Saat itu saya sedang asyik memilih sayur dan pepaya, tiba-tiba Keyaan, keluar rumah sambil nangis—dia mah suka gitu orangnya, kalau pas bangun tidur nggak langsung liat muka emaknya—eh waktu Keyaan mau menghampiriku, tiba-tiba makhluk kecil itu muncul dan siap-siap ngikutin Keyaan, sambil ber-miawmiaw.

Waaaaaaaa... jeritan saya membahana di remang subuh. Saya sukses tawaf di sekitar gerobak sayur, menghindari si kucing imut. Apa daya, selama Keyaan ngikutin saya, si kucing juga ngekor lah di belakangnya—sebagai akibat rasa setia kawan sesama bocah kali ya. Walhasil Mamang sayur ketawa ngakak, serasa dapat hiburan di pagi hari—payah kau! Awas ya aku berenti langganan, tahu rasa.

Kok bisa gitu?

Ya, bisa lah. Sudah sejak balita saya takut kucing, terutama anak kucing. Kalau kucing gede saya masih toleran, asal jangan sok akrab menyentuhkan badannya aja ke kaki saya.

Tidur sambil mimpi kucing, itu termasuk salah satu kategori mimpi buruk buat saya. Saya sering mimpi dilempar anak kucing, dan itu bisa bikin saya menjerit dan terbangun dengan badan basah oleh keringat dingin.

lupa dari mana ngambil fotonya :D

Mungkin oleh teman pencinta kucing, fobia yang saya idap ini sungguh nggak masuk akal. Yaiyalah... kucing lucu gitu, apalagi anak kucing... imut... kayak buntelan benang... menggemaskan. Tapi buat cat phobia seperti saya, jelas BIG NO.

Penyebabnya apa?

Nah, ini dia... sepertinya memang ada benarnya kalau pakar parenting bilang jangan suka menakuti-nakuti anak kecil. Akibatnya bisa seperti saya. Seingat saya dulu saya kerap digoda oleh sepupu yang jahil dengan anak kucing. Kemudian saya pernah melihat anak kucing mati di garasi dengan kondisi yang... *nggak mau ingat lagi*. Nah, trauma-trauma itu yang membekas sampai sekarang.

Saking fobianya sama anak kucing, saya nyaris pecah kongsi dengan sahabat semasa SMP, gara-gara mogok main ke rumahnya yang seperti penangkaran kucing. Miaw sana, miaw sini... bikin saya pengen pipis di tempat.

Baru-baru ini, saya sampai nyaris muntah karena pas makan siang sambil nonton tayangan di tv, seorang artis membawa kucing kesayangannya ke studio. Kucing itu tanpa... BULU! *eugh* salut sama si artis yang dengan penuh sayang membelai-belai si kucing gundul berwarna pink itu.

Drama pagi tadi belum berakhir di peristiwa gerobak tukang sayur.  Sepagian saya malas ngerjain apa-apa. Walhasil saya ngetem di kamar sambil browsing-browsing dan BW.  Tiba-tiba... miaw! Satu kali... miaw! Dua kali... waduh, curiga si kucing ada di dalam rumah. Suaranya dekat banget, saya prediksi ada di ruang makan.

Saya mengintip dari balik pintu kamar. Doeng! Benar saja, si kucing berbulu putih belang oranye itu ada di bawah meja makan...

“Adeee... kucingnya ada di dalam rumah...” saya teriak tanpa tedeng aling-aling. Kemudian beringsut ke pojokan kamar.

“Mama...” suara Keyaan manggil. Saya beringsut dari pojokan kamar. Tapi apa yang terjadi... ada setengah badan dan empat kaki kecil menyembul dari balik pintu.

“KEYAAAN... KUCINGNYA JANGAN DIBAWA MASUK!!!” histeris asli!

Hadeuuuh... anak itu, pasti mewarisi gen jahil dari Om-nya. Ketika saya lihat makhluk yang bikin saya histeris itu menghilang, buru-buru saya tutup pintunya dan saya KUNCI! Saudara-saudara.

Saya diam di kamar, sambil menenangkan debar jantung. Asli jantung berdentum-dentum seperti habis lari keliling stadion. Saya tak mengacuhkan Keyaan yang mengetuk-ngetuk pintu. Suara miaw-miaw itu masih jelas terdengar.

“Mama... buka pintunya, Ma...” Keyaan merayu-rayu *soalnya dia sendirian di luar*

“Nggak mau, kucingnya masih di dalam rumah,” tolak saya.

Keyaan terus saja merayu dengan suara lirih dan lama-lama bercampur tangisan. Duh, sebagai ibu berhati lembut laksana salju *silakan kalau mau banting kursi* saya nyaris luluh juga. Tapi suara miaw-miaw itu bikin saya bertahan. Dan lagi asisten belum datang, jadi nggak ada yang bisa nolong ngusir si kecil ribut itu. 

Ada ya makhluk seperti saya?

Ya, ada lah... fobia itu kan banyak jenisnya. Salah satunya yang spesifik adalah fobia kucing yang istilah kerennya disebut “AILUROPHOBIA” *kok jadi ingat aurelie.hermansyah... hihi... ketahuan deh stalker instagram*

Asal katanya dari bahasa Yunani. Ailouros = kucing dan Phobos = rasa takut, ketakutan



Nggak tahu deh ada berapa jumlah pengidap ailurophobia di dunia ini. Yang menakjubkan tokoh-tokoh hebat di dunia seperti Napoleon Bonaparte, Alexander Yang Agung, Mussolini, HITLER! adalah pengidap ailurophobia. Ah, saya sih nggak bangga, ada temannya, apalagi para tokoh dunia gitu. Justru heran, kok para penakut kucing ini kenyatannya adalah... pembantai. Ish... ngeri ah.

Bisakah diatasi?

Ya bisa sih. Sumbernya kan ketakutan terhadap sesuatu. Nah, ketakutan itu harus dilawan *idealnya*. Di satu akun medsos pencinta hewan, sempat diulas mengenai cara mengatasi ketakutan pada kucing. Saran dari mereka adalah dengan melakukan langkah-langkah berikut ini:

  • Coba sentuh ekor kucing dengan satu jari. Kalau nggak ada respons melawan dari kucingnya pegang dengan dua jari.
  • Setelah itu coba pegang punggung kucing.
  • Kalau kucing nyaman, lanjut elus kepalanya.
  • Kemudian coba pegang dagunya atau perutnya.
  • Kalau sudah nyaman, coba gendong si kucing.

Gendong?! Dilemparin boneka kucing aja saya jerit-jerit. Kalau lihat foto/gambar kucing satu dua masih waras, kalau kayak barusan nyari-nyari image anak kucing di antara foto-foto yang bertebaran, bulu-bulu halus di badan mulai berontak. Disuruh gendong? Wohow...suruh lari aja deh gue keliling stadion. Tujuh keliling juga dijabanin, kalau nggak keburu pingsan itu juga. 

Dan cerita di atas itu belum ada setengahnya dari kisah-kisah pedih konyol saya akibat makhluk berbulu bernama kucing. Buanyaaak... yuk yang mau bikin buku antologi ailurophobia, ajak-ajak saya. Banyak nih koleksi ceritanya.

Gimana ending drama “Miaw-Miaw” tadi pagi itu?

Kisah diakhiri dengan aksi heroik si bocah kecintaan Mama.  Saya perhatikan suara tangisan di depan pintu kamar berhenti, kemudian saya dengar Keyaan mengeluarkan sepeda dari garasi. Saya mengintip dari jendela kamar tidur. Oh My Herooo! Keyaan bawa kucing dengan sebelah tangannya, sementara sebelah tangannya megang stang sepeda. Terus dia pergi entah kemana.

Nggak lama kemudian dia balik lagi. Dia ketuk-ketuk pintu.

“Mama... kucingnya udah dipindahin ke deket pos (pos satpam maksudnya)".

Pos satpam beda satu blok dari rumah dan itu letaknya di pintu masuk komplek. Oke, dan saya pun merasa aman. Saya bilang terima kasih sama Keyaan. Dia seperti bangga juga sudah “menyelamatkan” mamanya.


orfeodesign.com

Hmmm... maafkan Mama ya, De... barangkali di matamu Mama terlalu lebay menyikapi masalah anak kucing itu. Tapi, gimana lagi dong. Itulah salah satu kelemahan Mama. Tolong terima Mama apa adanya ya... dan pliiiisss... jangan cari menantu buat Mama seorang gadis pencinta kucing. 

Makin drama ah, Mom! *nyengir*



sumber: Your Pet Community // Website Universitas Surabaya // Blog Kucing Gue

Viewing all articles
Browse latest Browse all 194